Selasa, 16 Februari 2010

Bermula dari Uang Rp 100,00



Rp 100,00

1. Hmm, apa yang pertama kali kalian pikirkan tentang nilai uang seratus rupiah? Apakah cilik, ra penting, ra payu, nggo tuku permen rung mesti entuk dan berbagai hal lainnya? Apakah itu yang dipikirkan oleh seorang anak orang-orang berada dengan uang saku berpuluh-puluh ribu atau bahkan beratus-ratus ribu perharinya? Mengganggap uang seratus rupiah bernilai nol. Untuk apa? Mbayar parkir aja nggak cukup apalagi buat beli sepatu, tas, baju, jaket, sweater, kacamata, kalung, gelang, anting. Haah, mungkinkah itu memang benar dipikirkan oleh mereka? Yang bahkan uang seribu sudah tidak ada artinya lagi. Membuang uang untuk membeli hp yang paling baru, padahal yang lama masih bisa dipakai. Atau membuang uang untuk makan di restoran mewah, hanya karena tidak mau terlihat makan di warung biasa. Atau bahkan membeli baju mode terbaru, karena semua bajunya sudah pernah dipakainya sekali? -_-v





Tapi, tahukah mereka bahwa masih banyak orang orang di luar sana, yang benar-benar menghargai tiap recehan uang yang mereka dapat? Tahukah mereka bahwa di luar sana masih banyak orang yang belum pernah memegang hp, makan di restoran mewah, bahkan membeli baju baru? Padahal, banyak dijumpai potret kemiskinan di sekitar kita. Seorang ibu mengais ngais tempat sampah di pinggir warung makan hanya demi mendapat makanan untuk anaknya setelah tidak makan berhari-hari, yang bahkan mungkin ia sendiri nantinya tidak akan makan karena hanya cukup untuk anaknya. Seorang nenek memunguti beras di pabrik beras, yang bahkan sudah terinjak injak hanya untuk memberi cucunya makan. Seorang kakek tua kurus kering yang harus memikul beras berpuluh-puluh kilo, yang bahkan mungkin berkali lipat lebih berat dari beratnya, hanya demi mencari makan untuk keluarganya. Seorang ayah yang harus bekerja dari pagi-pagi buta dan baru kembali larut malam, menambang pasir berton-ton, hanya untuk memberi makan keluarganya. Dan saat itu, orang orang berduit lebih sedang marah marah dan mencaci keluarganya karena di rumahnya hanya ada tempe dan sayur asem. Apa yang salah dengan hal itu? Apakah gengsi lebih penting dari tujuan sebenarnya kita untuk makan? Apakah dia pantas disebut manusia jika kemudian ia makan di restoran karena di rumahnya hanya ada tempe dan sayur asem, sedangkan di luar restorang itu banyak orang mengais sisa sisa makan yang dibuang?

Memang begitulah sepertinya keadaan kita, kita tidak akan pernah benar benar menghargai sesuatu sebelum kita merasakan kehilangan. Iya kan? Coba saja. Misalnya si orang kaya tadi yang cuma mau makan di restoran, tiba tiba melarat. Kan dia nggak bisa lagi makan di restoran dan akhirnya sayur asem pun belum tentu bisa dia makan. Nah, maka dari itu, aku juga jadi sadar bahwa nggak ada yang nggak berarti di dunia ini. Apalagi uang 100 rupiah. Kalo dikumpulin lama lama juga jadi banyak kan? Dan mulai sekarang, ayo kita berusaha menghargai benda2 bahkan mungkin manusia yang mungkin itu terlihat tidak berguna sama sekali.

2. Uang seratus rupiah sangat berarti bagi para pengemis dan pengamen. Mereka mau bekerja hanya untuk mendapatkan recehan uang. Tapi, ada sedikit yang aku sayangkan perihal ngamen dan ngemis ini. Apanya? Ya caranya mereka kerja itu. Ngemis. Apakah itu bisa disebut kerja? Mengharapkan kebaikan hati dari orang lain untuk memberikan recehan uang. Itu SALAH! Bukan seperti itu seharusnya. Mengemis mendidik orang menjadi malas, ya iyalah, cuma minta aja dikasih, nggak usah kerja. Padahal, untuk mendapatkan uang ya kita harus berusaha. Kenapa ngemis nggak bisa disebut berusaha? Yaaaaa, masa hidup bergantung sama kebaikan orang lain disebut berusaha? Yahhh, mending sih nek yang ngemis itu orang cacat (beneran, alias bukan buatan) atau orang tua yang udah nggak bisa kerja berat lagi. Lha gimana lagi, wong mereka udah nggak bisa kerja, ya bisanya cuma ngemis. Itu kan ngemis karena ada alasannya. Lha tapi sekarang, yang banyak bertebaran justru anak anak muda (ngamen) sama anak kecil. Tuh, parah kan? Mereka kan masih muda, kenapa ngga mau kerja yang lain aja? Apa mereka puas hidup seperti itu? Bisa kan jadi kuli bangunan, tukang asah asah warung makan, tukang becak, tukang bakso, dsb. Kenapa mereka cuma nggantungin hidup sama ngamen? Padahal misalnya mereka jadi tukang becak, mereka mungkin malah bisa jauh lebih baik. Aku soalnya pernah mbaca kisah inspirasional. Ada seorang tukang becak, orangnya kereeee banget, tapi karena usahanya yang gigih, akhirnya dia bisa naek haji dan bahkan jadi juragan becak. Daripada ngamen? Mending nek ngamennya itu bener2 'ngamen', alias nyanyi beneran. Lha, sekarang model ngamennya cuma mbunyiin icik2 doang, terus langsung minta duit. Apa coba maksudnya? Didenger aja nggak enak, malah mintain duit. Ckckckc. 

Nah, lebih parahnya nek udah anak kecil yang disuruh ngamen ma ngemis sama orang tuanya. Padahal jalan mereka masih membentang lebaaaaaaaaar banget. Tapi, jalan itu malah harus dibunteti sama 'pengemisan' dan 'pengamenan'. Astaga, kasihan banget mereka. Padahal, bisa aja mereka punya bakat terpendam buat jadi penyanyi, pemain bola, penulis terkenal, bahkan mungkin presiden. Siapa yang akan tau jika mereka sendiri bahkan nggak diberi kesempatan untuk menyukai hidupnya? Padahal, menurutku setiap orang itu pasti dikarunia kelebihan sama Tuhan YME. Entah itu kelebihan dalam bidang apa aja. Ada yang kalo di sekolah nilainya jueeleeek buanget, tapi dia pintar bersosialisasi dan punya banyak relasi dan akhirnya jadi pengusaha kaya. Soalnya, nggak mungkin kan kita diciptain tanpa sesuatu yang membedakan kita dengan makhluk lainnya? Ehh, balik ke topik. Kasian juga kan anak2 kecil itu. Mereka yang ternyata berbakat besar menjadi presiden, ternyata hanya harus hidup terkungkung dalam lingkungan sempit 'pengemisan' yang menaunginya. 

Haaaah, tulisanku udah ngelantur kemana mana. Intinya, dari tulisan ini, aku cuma pengen semua orang (termasuk aku) menghargai segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Nggak cuma duit, orang, benda, hal-hal yang nggak terlihat seperti perasaan, ilmu, usaha dan juga hidup kita sendiri. Jangan pernah sia sia in sesuatu, sekalipun itu kelihatannya sama sekali nggak berguna. Pasti, tanpa disadari, suatu saat itu pasti ada gunanya juga. Aku sama temenku pernah mbikin suatu pesan moral, yaitu : If you believe that nothing useless in this world, you'll get the advantace later. Dan aku 'pengen' bener bener percaya sama hal itu. 

Haha, akhir-akhir ini aku sering banget e mbuat notes nggak mutu alias ra penting. Mbuh ngopo, tapi aku lagi pengen nulis. Berhubung aku nggak bisa nulis puisi apalagi lagu, yo wis, nulis tulisan sejadinya aja. 

Eh, aku pernah dapet kata2 bagus dari adekku :
' Don't fight against something, but fight for something' :D 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar